Jumat, 23 Agustus 2013

Lidah


Memang lidah tak bertulang tak terbatas kata-kata…

Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati… ♫ ♪ ♫
Demikian cuplikan lagu yang indah merayu

Selamat pagi indah

Sesungguhnya kita manusia diberikan berkat besar oleh Tuhan dengan adanya lidah kita yang bisa berkata-kata, namun kata-kata yang keluar dari kita bisa membuat kita bahagia tetapi juga bisa menjadi jurang yang mencelakakan kita, seperti yang kita dengar bahwa apa yang masuk kedalam diri kita selalu baik, tetapi lebih berbahaya apa yang keluar dari diri atau mulut  kita.
Saya pernah mendengar khotbah AA Gym, beliau mengatakan bahwa kata-kata kita ibarat teko air, jika diisi dengan air hangat di campur teh atau kopi maka kita semua akan bisa menikmatinya, tetapi kalau isinya air kotor kita semua akan mencacinya.

Seorang sahabat menjumpai saya, dalam perbincangannya kelihatan dia sangat kecewa dalam kehidupan ini karena lebih sering mendapat hal-hal yang merugikan dia, termasuk janji2 orang yang tidak dipenuhi ditipi dan lain sebagainya, diapun melantunkan sebuah lagu
Memang lidah tak bertulang tak terbatas kata-kata… Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati… ♫ ♪ ♫ Demikian cuplikan lagu yang ...
 
Saya tertawa, dalam hati mungkin dia menyindir saya, karena saya pernah mengingkari janji dan berbohong, teapi dia melanjuti ceritanya panjang lebar dan saya hanya mendengarkannya saja, teman saya ini seorang Katolik dari keluarga katolik, menikah dengan seorang gadis Muslim dan dengan cara muslim, lalu beralih agama menjadi islam, perkawinan selama 3 tahun ini sudah menghasilkan seorang putri cantik, tetapi karena sesuatu dan lain hal istrinya harus ikut orang lain, dan mereka bercerai, anak semata wayang ini ikut dengan beliau.
 
Sebenarnya saya dengan Andi, sebut saja namanya belum berkenalan lama tetapi dia mencurahkan cerita ini kepada saya, dan saya merasa ada sesuatu yang bisa saya berikan kepadanya jadi saya ikut berpikir.
Anak semata wayang ini tentu menjadi suatu ikatan batin yang kuat tetapi ternyata tidak sama sekali, karena janji janji tidak pernah terpenuhi, seperti lidah memang tak bertulang.
Kini Andi ingin kembali menjadi Katolik, tetapi sedang ikut belajar agama karena sebentar lagi akan ikut Krisma di gereja Bekasi.
 
Saya tidak bisa mengetahui secara pasti, tetapi menurut saya ada suatu kesenjangan  komunikasi dalam kehidupan Andi dan saya hanya bisa bilang bahwa ini merupakan suatu dinamika kehidupan, dan Tuhan memberikan tanggung jawab supaya Andi lebih kuat.

Kita kembali kepermasalah kata-kata yang dikeluarkan oleh setiap manusia, memang berbicara sangat mudah tetapi bagi orang beriman, kita mengharapkan agar berhati-hati sebelum mengeluarkan kata-kata karena bisa menjadi senjata yang mencelakai kita sendiri, kepada seluruh karyawan saya juga anak-anak saya sering saya sampaikan agar sangat berhati-hati sebelum mengeluarkan kata-kata baik berbentuk lisan maupun tulisan karena demikian kita keluarkan kita sudah harus menerima segala resiko apa yang akan terjadi dengan apa yang kita keluarkan, dan kadang kalau sangat mencederai orang dan diri kita sendiri.

Kita bisa melihat dan mencontohi, orang orang yang baik dimana semua kata kata yang keluar dari mulutnya selalu dingin dan penuh damai, kadang kita selalu merasa kita benar kita baik kita berucap kata baik, tetapi orang yang mendengar seperti petir di telinganya seperti bentakan-bentakan dan bahkan seperti racun yang dioleskan dibibir, disini memang kita harus belajar menempatkan diri, hal yang sama bagi suami istri, keluarga dimana cara-cara berkata yang keluar perlu untuk kita jaga walau istri atau suami kita sudah menyatu sepeti satu tubuh, tapi sering saya berumpama bahwa lidah dan gigi sudah sekian lama bersama, tetapi sering saling menggigit bahkan sampai luka, hati yang bersih menghasilkan kata-kata yang bersih tetapi walau hati bersih tetapi kalau dikeluarkan tidak pada saat dan waktu yang tepat justru bisa mengotorkan dan bahkan mencelakakan.

Ada kisah saat kakak perempuan saya sedang sakit keras, seorang kawan saya  Pendeta adanya, membawa Doa tetapi dia mengharapkan agar supaya penderitaannya tidak berkepanjangan lebih baik Tuhan segera memanggilnya, atau mencabut saja nyawanya,

Doa yang sangat baik ini tidak di terima oleh keluarga dan sebagian keluarga sangat marah, karena semua berdoa mengharapkan mujizat Tuhan, keajaiban untuk kesembuhan, berjuang supaya melalui Doa agar diberikan kesembuhan, demikian juga semua tim Medis, dokter suster dan semua mengharapkan kesembuhan walaupun kakak saya itu menderita, tetapi kita semua tetap mengharapkan kesembuhan, tetapi Doa yang indah yang disampaikan kawan pendeta tersebut memicu kemarahan dan kebencian dan bahkan sangat mengotori hati keluarga, padahal maksud dan tujuannya sangat baik dan indah, sayang dikeluarkan ditempat dan saat yang kurang tepat.

Saya sendiri sering mengalamai kesulitan terutama dalam hal memberikan saran-saran atau nasihat nasihat terutama bagi anak-anak muda, dalam pertemuan singkat dengan kelompok anak muda KKMK di rumah saya beberapa pekan lalu, ada sekitar dua puluhan anak2 remaja KKMK ( Komunitas Karyawan Muda Katolik ) mereka beranjangsana kepada saya dan kami bertukar pikiran sambil saya memberikan saran-saran, saya katakan bahwa bagaimanapun juga KKMK harus mempunyai karasteristik Katolik, simbol kekatolikan menjadi dasar pemikiran utama, jadi disana keunikan dan harus memberikan manfaat kegunaan dan manfaat kebaikan bagi seluruh anggota, sehingga siapa saja menjadi anggota KKMK akan merasakan bahwa dia mendapat manfaat dan kegunaan, atau sebaliknya tiada guna, atau sia - sia, dan saya juga sampaikan bahwa dalam gerak kehidupan terutama anak muda, selain memberi dan menerima ( taking and giving ) mereka juga harus bisa mencuri (stealing) karena dengan mencuri, dalam arti positif maka perhatian akan diperolehnya, ada yang bercanda mengatakan bahwa KKMK - Kiri kanan mencari Kekasih, sungguh indah dan baik sekali,
dalam kesempatan ini saya juga mengharapkan bahwa melalui KKMK, bisa memberikan banyak sumbangan bagi perobahan dunia.

profil BBM saya pagi ini  : Kehidupan itu seperti ibarat sekelompok orang, rame-rame berjalan menuju ke sebuah pesta, mereka sudah bersuka cita sebelum sampai saatnya
apa lagi bisa saling bergandeng tangan dalam Kasih Tuhan, disini kita banyak belajar bahwa kalau semuanya dalam Kasih dan Cinta Tuhan sejelek atau seburuk apapun kata-kata yang keluar akan menjadi indah karena kedekatan dan kebaikan ada disana, tetapi jika tidak maka sebaik apapun kata-kata yang keluar dan seindah apapun akan menjadi seperti racun atau cacian.

Semoga Tuhan memberkati dan menjaga kita semua terutama dalam tutur kata

Salam dan Doa
Adharta

--

Sabtu, 10 Agustus 2013

Matematika vs Mengantri



Seorang guru di Australia pernah berkata, "Kami tidak terlalu khawatir jika anak-2 sekolah dasar kami tidak pandai Matematika. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri."
Sewaktu ditanya, "Mengapa dan kok bisa begitu ? Karena yang terjadi di negara kami justru sebaliknya."

Inilah jawabannya :

1. Karena kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 tahun atau lebih untuk bisa mengantri, dan selalu ingat pelajaran berharga di balik proses mengantri.

2. Karena tidak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG dan BAGI. Sebagian mereka anak menjadi Penari, Atlet Olimpiade, Penyanyi, Musisi, Pelukis, dsb.

3. Karena biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara SEMUA MURID DALAM SATU KELAS ini pasti akan membutuhkan Etika Moral dan Pelajaran Berharga dari mengantri di sepanjang hidup mereka kelak.

"Memang ada pelajaran berharga apa di balik MENGANTRI ?"

"Oh iya banyak sekali pelajaran berharganya :

1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.

2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya tiba terutama jika ia di antrian paling belakang.

3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal, dan tidak saling serobot merasa diri penting.

4. Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain.

5. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri).

6. Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian.

7. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.

8. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.

9. Anak belajar disiplin, teratur, dan kerapihan.

10. Anak belajar memiliki RASA MALU jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.

11. Anak belajar bekerjasama dengan orang-2 yang ada di dekatnya jika sementara mengantri ia harus keluar antrian sebentar untuk ke kamar kecil.

12. Anak belajar jujur pada diri sendiri dan pada orang lain.

Dan mungkin masih banyak lagi pelajaran berharga lainnya. Silahkan Anda temukan sendiri sisanya.

Saya sempat tertegun mendengarkan butir-butir penjelasannya, dan baru saja menyadari hal ini saat satu ketika mengajak anak kami berkunjung ke tempat bermain anak Kids Zania di Jakarta. Apa yang dipertontonkan para orang tua pada anaknya dalam mengantri menunggu giliran sungguh memprihatinkan.

1. Ada orang tua yang memaksa anaknya untuk "menyusup" ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi, dan berkata, "Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja."

2. Ada orang tua yang memarahi anaknya dan berkata, "Dasar penakut" karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian.

3. Ada orang tua yang menggunakan taktik dan sejuta alasan agar anaknya diperbolehkan masuk antrian depan, karena alasan masih kecil capek ngantri, rumahnya jauh harus segera pulang, dsb. Dan menggunakan taktik yang sama di lokasi antrian permainan yang berbeda.

4. Ada orang tua yang malah marah-2 karena ditegur saat anaknya menyerobot antrian, dan menyalahkan orang tua yang menegurnya.

5. Dan berbagai macam kasus lainnya yang mungkin Anda pernah alami juga.

 

Dikutip dari artikel Ayah Edi Konsultan Parenting
Adhi Setyo Tamtomo