Rabu, 10 Oktober 2012

Setitik Embun Inspirasi


KETULUSAN CINTA

Robertson McQuilkin adalah seorang Rektor Universitas Internasional Columbia. Namun isterinya mengalami sakit alzheimer atau gangguan fungsi otak, sehingga ia tidak mengenali semua orang bahkan anak-anaknya, hanya satu orang yang ada dalam ingatannya, yaitu suaminya Robertson.

Karena kesibukan Robertson, maka ia menyewa seorang perawat untuk merawat dan menjaga isterinya. Namun suatu pagi alangkah herannya ia dan semua orang dikantornya, melihat Muriel isterinya datang ke kantor tanpa alas kaki dan ada bercak-bercak darah di kakinya. Ternyata Muriel bangun dari tempat tidur dan hanya dengan menggunakan daster berjalan kaki menuju kantor suaminya yang berjarak kira-kira satu kilometer dan bercak-bercak darah ada di sepanjang lantai kantor suaminya karena kakinya terantuk di jalan beberapa kali. Ketika masuk ke kantor suaminya, Muriel berkata “Saya tidak mau perawat, saya hanya mau kamu menemaniku.”

Mendengar kata-kata Muriel, Robertson mengingat janji nikahnya 47 tahun lalu, dan tidak lama kemudian ia meminta kepada pihak universitas untuk pensiun dan berhenti dari jabatannya sebagai Rektor. Pada pidato perpisahan di Universitas Internasional Columbia Robert McQuilkin menjelaskan apa yang terjadi pada isterinya dan mengapa ia mengambil keputusan untuk mengundurkan dari dari jabatannya.

Ia berkata: “47 tahun yang lalu, saya berjanji kepada Muriel dihadapan Tuhan dan disaksikan banyak orang, bahwa saya akan menerima dan selalu mencintai Muriel baik dalam suka maupun dalam duka, dalam keadaan kaya atau miskin, baik dalam keadaan sehat atau sakit.” Kemudian ia melanjutkan: “Sekarang inilah saat yang paling diperlukan oleh Muriel agar saya menjaga dan merawatnya.”

Tidak lama kemudian Muriel tidak bisa apa-apa lagi, bahkan untuk makan, mandi, serta buang air pun, ia harus dibantu oleh Robertson. Pada tanggal 14 Februari 1995 adalah hari istimewa mereka, 47 tahun lalu, dimana Robertson melamar dan kemudian menikahi Muriel. Maka seperti biasanya Robertson memandikan Muriel dan menyiapkan makan malam kesukaannya dan menjelang tidur ia mencium Muriel, menggenggam tangannya, dan berdoa, “Tuhan, jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam, biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu.”

Paginya, ketika Robertson sedang berolahraga dengan sepeda statis, Muriel terbangun. Ia tersenyum kepada Robertson, dan untuk pertama kali setelah berbulan-bulan Muriel tak pernah berbicara, ia memanggil Robertson dengan lembut dan berkata: “Sayangku …” Robertson terlompat dari sepeda statisnya dan memeluk Muriel. Kemudian Muriel betanya kepada suminya: “Sayangku, apakah kamu benar-benar mencintaiku?” tanya Muriel lirih, Robertson mengangguk dan tersenyum. Kemudian Muriel berkata: “Aku bahagia,” dan itulah kata-kata terakhir Muriel sebelum meninggal.

Sungguh kasih yang luar biasa. Alangkah indahnya relasi yang didasarkan pada cinta, tidak ada kepedihan yang terlalu berat untuk dipikul. Cinta adalah daya dorong yang sangat ampuh agar kita selalu melakukan yang terbaik. Menjalani kegetiran tanpa putus asa, melalui kepahitan tanpa menyerah, melewati lembah kekelaman dengan keberanian. Komitmen sejati dan cinta sejati menyatu. Cinta sejati harus memiliki komitmen sejati. Tanpa komitmen sejati, cinta akan pudar di tengah jalan, di tengah kesulitan dan penderitaan. Mari kita menumbuh kembangkan cinta kasih, untuk melandasi setiap motivasi, tindakan dan ucapan kita di mana pun dan kapan pun kita berada.

Tuhan Memberkati

Minggu, 09 September 2012

Perbaikan PT KAI 2012


DAHLAN ISKAN
Senin, 03 September 2012 , 00:51:00
  


HARI itu wartawan foto berbondong ke Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Semua wartawan (he he he, saya pun dulu begitu) sudah hafal ini: Stasiun Senen adalah objek berita yang paling menarik di setiap menjelang Lebaran.
Tidak usah menunggu perintah redaksi, wartawan pun tahu. Ke Senen-lah cara terbaik untuk mendapat foto terbaik (baca: foto yang menyedihkan): antrean yang mengular, bayi yang terjepit di gendongan, orang tua yang tidur karena kelelahan di dekat toilet, anak kecil yang dinaikkan kereta lewat jendela, wanita yang kegencet pintu kereta, dan sejenisnya.

Menjelang Lebaran tahun ini, objek-objek yang "seksi" di mata wartawan foto itu tiba-tiba lenyap bak ditelan bumi. Tidak ada lagi desakan, impitan, gencetan, dan jenis penderitaan lain yang menarik untuk difoto. Para wartawan pun banyak yang terlihat duduk hanya menunggu momentum. Dan yang ditunggu tidak kunjung terlihat.

Maka, dengan isengnya, seorang petugas stasiun mengirimkan foto ke HP saya. Rupanya, dia baru saja memotret kejadian yang menarik: Seorang wartawan yang karena tidak mendapatkan objek menarik memilih memotret akuarium yang ada di stasiun. Foto "wartawan memotret" itu pun dia beri teks begini: Tidak ada objek foto, wartawan pun memotret akuarium!

Seorang penumpang jurusan Malang, yang sehari sebelumnya ikut upacara HUT Kemerdekaan RI di kantornya, mengirimkan SMS ke saya: Seumur hidup mudik Lebaran, baru Lebaran tahun ini saya merasakan kemerdekaan!

Tentu saya merasa tidak layak mendapat SMS pujian setinggi langit seperti itu. SMS itu pun segera saya"forward"ke Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Ignasius Jonan. Jonan-lah (serta seluruh jajaran direksi dan karyawan kereta api) yang lebih berhak mendapat pujian itu.

Banyak sekali SMS dengan nada yang sama. Semua saya forward"ke Jonan. Pak Dirut pun menyebarkannya ke seluruh jajaran kereta api di bawahnya.

Keesokan harinya, memang terlihat tidak satu pun koran memuat foto utama mengenai keruwetan di stasiun kereta api. Harian Kompas bahkan menurunkan tulisan panjang di halaman depan: memberikan pujian yang luar biasa atas kinerja kereta api tahun ini. Banyak pembaca mengirimkan versi online tulisan di Kompas itu ke e-mail saya, khawatir saya tidak membacanya.

Tentu saya sudah membacanya. Dan meski saya pun tahu bahwa Jonan pasti sudah pula membacanya, tetap saja saya e-mail-kan juga kepadanya. Beberapa hari kemudian, Kompas kembali mengapresiasi kerja keras itu. Sosok Jonan, ahli keuangan lulusan Harvard, USA, itu, ditampilkan nyaris setengah halaman.

Di hari yang sama, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menulis artikel panjang di Suara Pembaruan: juga memuji perbaikan layanan KAI belakangan ini.

Membenahi kereta api, saya tahu, bukan perkara yang mudah. Jonan sendiri sebenarnya "kurang waras". Betapa enak dia jadi eksekutif bank Amerika, Citi, dengan ruang AC dan fasilitas yang menggiurkan. Di BUMN, awalnya dia memimpin BUMN jasa keuan gan PT Bahana. Kini dia pilih berpanas-panas naik KA dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Dekat dan jauh. Besar dan kecil. Dia benahi satu per satu. Mulai layanan, kebersihan, hingga perkara-perkara teknis.

Padahal, membenahi kereta api itu musuhnya banyak dan lengkap: luar, dalam, atas, bawah, kiri, kanan, muka, belakang. Bahkan, kanan luar dan kiri luar. Kanan dalam dan kiri dalam. Bisa saja terjadi, gawangnya jebol bukan karena hebatnya serangan bola dari musuh, tapi karena barisan belakang kereta apinya yang bikin gol sendiri.

Tapi, sorak-sorai "suporter" yang menginginkan kereta api terus bisa mencetak gol tidak henti-hentinya bergema. Para penyerang di barisan depan kereta api pun tidak lelah-lelahnya membuat gol. Membuat gol sekali, kebobolan gol sekali. Membuat lagi gol dua kali, kebobolan gol lagi sekali. Tapi, untuk gol-gol berikutnya, lebih banyak yang dibuat daripada yang masuk ke gawang sendiri.

Jonan sebagai kapten tim kereta api terus memberi umpan ke depan sambil lari ke muka dan ke belakang. Untung, badannya kecil dan kurus sehingga larinya lincah. Untung, gizinya baik sehingga tidak perlu minggir untuk minum. Untung (meski si kapten kadang main kayu dan nada teriaknya kasar), wasitnya tidak melihat atau pura-pura tidak melihat.

Kalau saja timnya tidak bisa bikin banyak gol, pastilah dia sudah terkena kartu merah: baik karena"tackling-nya yang keras maupun teriakan-teriakannya yang sering melanggar etika bermain bola.

Saya tahu bahwa Jonan orang yang tegas, lurus, dan agak kosro (saya tidak akan menerjemahkan bahasa Surabaya yang satu itu karena Jonan adalah arek Suroboyo). Tapi, dalam periode sekarang ini kereta api memang memerlukan komandan seperti itu. Saya kagum dengan Menteri BUMN Sofyan Djalil, kok dulu bisa menemukan orang unik seperti Jonan.

Untuk menggambarkan secara jelas sosok orang yang satu itu, moto majalah Tempo enak dibaca dan perlu bisa dikutip, tapi harus dimodifikasi sedikit: "menyebalkan dilihat dan perlu".

Tapi, kereta api memang memerlukan orang yang "menyebalkan" seperti Jonan. Dia menyebalkan seluruh perokok karena sejak awal tahun ini melarang merokok di kereta api. Bahkan di kelas ekonomi yang tidak ber-AC sekalipun! Bayangkan betapa besar gejolak dan resistansi yang timbul. Sesekali Jonan hanya kirim SMS ke saya. "Pak Dis, ini diteruskan atau tidak?" Jawaban saya pun biasanya pendek saja: Teruuuuus!

Tidak lama kemudian, dia pun mengeluarkan kebijakan yang sangat sensitif: Tidak boleh ada asongan yang berjualan dengan cara masuk ke gerbong-gerbong kereta api. Belum lagi reaksi reda, muncul instruksi Bapak Presiden agar kiri-kanan jalan kereta api ditertibkan. Itu sungguh pekerjaan yang berat. Dan makan perasaan. Lahir dan batin. Tapi, Jonan dengan cara dan kiat-kiatnya bisa melaksanakan instruksi tersebut dengan, tumben he he, agak bijak.

Gol demi gol terus dia ciptakan. Dia keluarkan lagi kebijakan ini: Tiap penumpang harus mendapat tempat duduk. Termasuk penumpang kelas ekonomi. Itu berarti penjualan karcis harus sama dengan jumlah tempat duduk. Tidak boleh lagi ada penumpang yang berdiri.

Banyak orang yang dulu hobi berdiri di pintu KA (seperti kebiasaan saya di masa remaja) yang tidak bisa lagi meneruskan hobi itu. Reaksi keras atas kebijakannya itu sungguh luar biasa.

Mengapa?

Kebijakannya kali ini ibarat belati yang langsung mengenai ulu hati orang dalam sendiri. Di sinilah tantangan terberat Jonan. Tidak lagi dari luar atau dari penumpang, melainkan dari jaringan ilegal orang dalam sendiri. Jaringan yang sudah turun-temurun, menggurita, beranak pinak, dan kait-mengait.

Marahnya orang luar bisa dilihat, tapi dendamnya orang dalam bisa seperti musuh dalam selimut: bisa mencubit sambil memeluk. Orang Surabaya sering mengistilahkannya dengan hoping ciak kuping: sahabat yang menggigit telinga.

Peristiwa karcis ganda, penumpang tidak dapat tempat duduk, harga karcis yang jauh di atas tarif, kursi kosong yang dibilang penuh, dan ketidaknyamanan lain, pada dasarnya, ujung-ujungnya adalah permainan jaringan yang sudah menggurita itu.

Berbagai cara untuk menyelesaikannya selalu gagal. Spanduk "berantas calo!", "tangkap calo!","dan sebangsanya sama sekali tidak ada artinya. Seruan seperti itu hanyalah omong kosong. Jonan tahu: Teknologilah jalan keluarnya.

Tapi, juga harus ada yang menjalankan teknologi. Dan yang menjalankannya harus juga manusia. Dan yang namanya manusia, apalagi manusia yang lagi marah, ngambek, jengkel, dan dendam, bisa saja membuat teknologi tidak berfungsi.

Tapi, Jonan sudah menaikkan gaji karyawannya. Sudah memperbaiki kesejahteraan stafnya.

Seperti juga terbukti di PLN, orang-orang yang mengganggu di sebuah organisasi sebenarnya tidaklah banyak. Hanya sekitar 10 persen. Yang terbanyak tetap saja orang yang sebenarnya baik. Yang mayoritas mutlak tetaplah yang menginginkan perusahaannya atau negaranya baik.

Hanya, mereka memerlukan pemimpin yang baik. Bukan pemimpin yang justru membuat perusahaannya bobrok. Bukan juga pemimpin yang justru menyingkirkan orang-orang yang baik. Jonan yang sudah meninggalkan kedudukan tingginya di bank asing itu bisa menjadi pemimpin yang tabah, tangguh, dan sedikit ndablek.

Di PT Kereta Api Indonesia pun sama: Mayoritas karyawan sebenarnya menginginkan kereta api berkembang baik dan maju. Buktinya, langkah-langkah perbaikan yang digebrakkan manajemen akhirnya bisa dijalankan oleh seluruh jajarannya.

Bahwa ada hambatan dan kesulitan di sana-sini, itu adalah konsekuensi dari sebuah organisasi yang besar, yang kadang memang tidak lincah untuk berubah. Tapi, organisasi besar KAI dengan karyawan 20.000 orang ternyata bisa berubah relatif cepat.

Transformasi di PT KAI sungguh pelajaran yang amat berharga bagi khazanah manajemen di Indonesia. Lebaran tahun 2012 ini harus dicatat dalam sejarah percaloan di Indonesia.

Inilah sejarah di mana tidak ada lagi calo tiket kereta api. Semua orang bisa membeli tiket dari jauh: dari rumahnya dan dari ratusan outlet minimarket di mana pun berada. Orang bisa membeli tiket kapan pun untuk pemakaian kapan pun. Orang pun bisa melihat di komputer masing-masing tentang kursi mana yang masih kosong dan kursi mana yang diinginkan. Orang juga bisa melihat kereta yang mereka tunggu sedang berada di stasiun mana dan kereta itu akan tiba berapa menit lagi.

Naik kereta api juga harus menggunakan boarding pass. Setiap penumpang akan diperiksa apakah nama yang tertera di tiket sama dengan nama yang ada pada ID si penumpang. Dengan cara itu, bukan saja orang tanpa tiket tidak bisa masuk kereta, yang dengan tiket pun akan ditolak kalau namanya berbeda. Persis dengan naik pesawat.

Cara tersebut memang praktis tidak memberikan peluang bagi calo untuk beroperasi. Tapi, jasa membelikan tiket bisa saja tetap hidup, bahkan berkembang dengan legal.

Dengan gebrakan terakhir itu, jumlah penumpang kereta api menurun. Tapi, anehnya, dalam keadaan jumlah penumpang menurun, penghasilan kereta api naik 110 persen!

Tentu masih banyak yang harus dilakukan. Program kereta ekonomi ber-AC, tempat turun penumpang yang kadang masih di luar peron (sehingga harus loncat dan terjatuh), membuat kereta lebih bersih lagi, mengurangi kerusakan, mempercantik stasiun, dan menata lingkungan di sekitar stasiun adalah pekerjaan yang juga tidak mudah.

Toilet-toilet juga akan banyak diubah dari toilet jongkok menjadi toilet duduk. Selama ini, wanita yang mengenakan celana jins mengalami kesulitan dengan toilet jongkok. Gaya hidup penumpang kereta memang sudah banyak berubah sehingga pengelola kereta juga harus menyesuaikan diri.

Kini banyak sekali penumpang yang merasa nyaman di KA: Charger HP sudah tersedia di semua kursi. Kompor gas di kereta makan tidak ada lagi. Toilet-toilet di stasiun sudah lebih bersih (bahkan di beberapa stasiun sudah lebih bersih daripada toilet di bandara).

Perbaikan manajemen itu akan mencapai puncaknya 18 bulan lagi: saat jalur ganda kereta api Jakarta-Surabaya selesai dibangun. Pada pertengahan 2014 itu, di jalur Jakarta-Surabaya memang belum ada Shinkansen, tapi harapan baru kereta yang lebih baik sudah di depan mata! (*)


   Dahlan Iskan
  Menteri  BUMN
 


Sumber: http://www.jpnn.com/read/2012/09/03/138397/Tidak-Ada-Bayi-Tergencet,-Akuarium-pun-Jadi-


   

Selasa, 21 Agustus 2012

Sekeranjang Apel


Kiriman  : Wayan Mustika

Buat sahabatku,

Seorang ibu sedang memilih apel dalam keranjang bambu di sebuah pasar.
Ia menyisihkan apel-apel  yang busuk untuk mendapatkan beberapa yang segar.
Di antara yang segar ia memilih lagi yang matang.
Di antara yang matang ia mengembalikan yang kecil ke dalam keranjang untuk mengumpulkan yang besar-besar.
Terakhir, ia pun tawar menawar untuk mendapatkan apel  yang termurah di antara apel-apel besar tadi.

Seorang ibu selalu memilih yang terbaik dari apel yang ada karena itu akan menjadi miliknya untuk dimakan dan menjadi unsur pembentuk tubuhnya.

Mayoritas orang tampaknya mirip seperti ibu tadi dalam memilih apa yang menjadi barang miliknya.
Apalagi untuk sesuatu yang hendak menjadi bagian dari tubuh kita yang masuk melalui makanan.
Tidak banyak orang yang mau menderita sakit karena hukuman atau sesuatu yang ada dalam makanan yang busuk atau tidak sehat. Inilah sifat alami yang wajar pada siapa saja; memilih yang terbaik.

Sayangnya tidak seperti saat memilih yang terbaik sebagai makanan atau minuman bagi tubuh. Kebanyakan kita tidak demikian tatkala memilih hal-hal dalam kehidupan sehari-hari untuk disimpan sebagai ‘makanan’ bagi pikiran.
Bila saja cermat mengamati diri , betapa dalam keseharian ternyata kita lebih banyak menyerap hal-hal negatif  untuk menjadi bahan-bahan yang akan membangun pikiran kita. Kemarahan, kebencian, isu dan fitnah, dendam, iri hati, dan sejenisnya. Tanpa sadar kita sedang menyerap virus akal budi ke dalam pikiran yang nantinya akan membangun seluruh sel tubuh kita.

Dan sudah menjadi rumusan bahwa setiap bahan yang terkumpul akan membentuk apa yang pantas terbentuk. Dengan kumpulan bahan-bahan negatif seperti tadi, nyatalah bahwa harapan agar bisa memiliki kedamaian, kebahagiaan, ketenangan, kesuksesan dan sejenisnya dalam kehidupan akan sulit tercapai.
Seperti berharap dapat makan nasi goreng, tetapi yang dikumpulkan adalah buah-buahan, es, susu, kolang kaling, dan sejenisnya. Mustahil.

Kelemahan terbesar dalam kehidupan ini yang paling sering membawa kita pada kegagalan adalah sifat tidak konsisten.
Seperti tadi, untuk memilih makanan tubuh kita mencari yang terbaik, namun untuk ‘makanan’ bagi pikiran kita justru lebih gemar memilih yang terburuk. Rupanya ini menjadi alasan ada banyak orang kaya yang tubuhnya sehat karena bisa memilih makanan sehat, tetapi batinnya sakit karena gagal memilih hal -hal yang baik bagi pikirannya. Begitu sebaliknya ada orang-orang miskin bersahaja yang sehat lahir dan batin karena bisa memilih segala yang terbaik bagi tubuh dan pikirannya, sekalipun itu sederhana.

Kehidupan duniawi ini seperti pasar. Ramai dan padat oleh berbagai pilihan hidup, dipenuhi berbagai aktivitas yang penting bagi kelangsungan hidup, sekaligus juga banyak hal negatif di dalamnya. Kadang ada pemalak dan pencopet, ada sampah, kecoa dan tikus, ada aroma amis dan busuk, ada senyum sinis, ada kemarahan, dan sebagainya. Begitu riuh oleh warna-warni kehidupan yang harus dipilih dengan sangat hati-hati. Siapa saja yang pernah bersentuhan dengan kehidupan pasar, mengerti bahwa dibutuhkan cukup latihan untuk bisa memilih dan menawar hal terbaik untuk dibawa pulang bagi keluarga.

Berbagai peristiwa dalam kehidupan ini mirip juga sekeranjang apel.
Mereka menjadi bahan-bahan yang akan menentukan seperti apa kehidupan yang kita miliki. Pun demikian diri setiap orang yang kita temui sehari-hari di kehidupan sosial. Dalam diri mereka terdapat sekeranjang sifat yang tercampur antara sifat kebaikan dan keburukan. Tanpa bermaksud mencemooh sifat-sifat negatif yang pada dasarnya dimiliki setiap orang, kita hanya perlu memilih sifat terbaik pada orang itu yang layak di teladani.

Memilih dan meneladan sifat-sifat baik yang ada pada diri seseorang untuk dijadikan bagian dari sifat-sifat baik kita, tak bisa dipungkiri akan memberi banyak kebaikan bagi kita.
Namun sebagaimana hal nya memilih apel terbaik di antara sekeranjang apel, tentu memilih kebaikan orang seseorang juga memerlukan latihan. Faktanya, kebanyakan kita lebih mudah melihat dan menilai keburukan orang lain, lalu mencemooh bahkan menghujat mereka atas keburukan itu. Seakan lupa bahwa kita pun tak luput dari keburukan serupa.

Mengenali keburukan atau kesalahan orang memang bukan hal yang mutlak keliru. Namun, mencemooh dan menghujat sisi negatif itu bukan pula tindakan produktif.
Bahkan, kedua sikap seperti ini justru membuat kita tergiring melakukan suatu keburukan yang lain. Kita memang perlu mengetahui untuk dapat menhindarinya agar tidak menjadi perilaku yang sama dalam keseharian kita.

Bagi yang bijak, kesalahan, keburukan, atau kekeliruan seseorang dapat dijadikan guru yang akan memberi contoh tentang hal-hal yang layak dihindari. Inilah cara belajar menjadi baik tanpa perlu mencemooh atau menghujat keburukan. Mengenali apel busuk untuk tidak memilihnya.
 
 

Jumat, 17 Agustus 2012

Renungan 17 Agoestoes


Beberapa hari yang lalu saya pergi melayat seorang kerabat keluarga, dan seperti yang bisa diharapkan, seorang suami usia 90 tahun terpukul atas meninggalnya si istri.

Sebentar-sebentar beliau menangis, jalannya lebih lamban daripada hari biasanya walaupun dengan kondisi kesehatan yang sama. Dari cerita keluarga, waktu pulang di rumah kebanyakan si suami menangis; biasa makan berdua jadi liat meja makan nangis, liat ranjang tempat mereka tidur – nangis lagi, masuk kamar mandi – nangis lagi – karena si suami kena stroke jadi harus dimandikan oleh si almarhumah istri.

Cukup mengagetkan karena si suami dari muda terkenal sebagai pedagang yang garang, dalam arti yang sesungguhnya karena beliau terkenal banyak jual – beli barang gelap (curian, sitaan, rampokan, palsu, dsbnya). Buktinya, salah satu rombongan yang hadir melayat memakai berseragam aparat.

Sementara itu di meja pengunjung, kita memberikan ucapan selamat kepada seorang encek usia 82 tahun yang jalannya juga sudah pelan. Begini ceritanya.

Si encek ini istrinya sudah lama meninggal, dan sejak anak-anaknya dewasa dan berkeluarga, si encek ini malah tinggal sendirian di rumah. Ada rasa kecewa karena anak-anaknya sibuk dengan urusan mereka dan hampir sama sekali meninggalkan si encek diurus oleh pembantu, beranggapan bahwa bapaknya bisa ngurus diri sendiri.

Tapi nasib bicara lain. Beberapa waktu yang lalu, si encek bertemu dengan seorang perempuan yang lebih muda 40 tahun. Awalnya biasa saja, tapi lama-kelamanan mereka saling jatuh hati lalu menikah secara sederhana.

Beberapa minggu lalu, seorang tetangga ditelpon sama si encek, “Lo tau dokter kandungan yang bagus ga?” tanya si encek. Spontan langsung dikasihtau, “Mungkin anaknya si encek ada masalah kandungan kali” begitu pikir si tetangga dan kejadian itu lewat begitu aja.

Semalam, kita baru tahu kalau ternyata istri si encek hamil sudah 4 bulan! Seorang tetangga rumah bahkan yakin kalau anaknya si encek pasti laki-laki. Respon si encek? “Kalau betuk nanti anaknya jantan, kita akan gelar pesta kenduri!”

Si encek tersebut, jalannya pelan tapi wajahnya melihat lurus ke depan dengan tersenyum. Sorot matanya menunjukkan bahwa dia masih mau hidup setidaknya 20 tahun lagi.

Ok, gaya penulisan ceritanya mungkin berlebihan tapi saya bukannya mengada-ngada. Faktanya memang demikian.

Saya jadi belajar bahwa setiap fase kehidupan memiliki suka duka yang berbeda-beda. Apa yang membuat kita bahagia di tahapan usia tertentu mungkin tidak ada lagi saat kita masuk ke fase usia yang lain. Kita bisa bersedih, atau bisa juga menerima bahwa segala sesuatunya berubah tapi bukan berarti kita tidak bisa bahagia.

Tulisan saya ini bukannya mengajarkan atau - yang lebih parah – menganjurkan bahwa bapak-bapak berumur 80 tahun harus kawin 2x untuk bahagia. Tapi kalau anda single, (kebetulan) berusia 80 tahun, sehat jasmani – rohani (setidaknya masih bisa kencing normal sendiri dan masih ingat apa menu sarapan hari ini), rekening bank sejumlah 9 digit atau lebih, dan bertanya-tanya “Bagaimana saya bisa bahagia lagi?”; mungkin tidak ada salahnya kalau 'kawin lagi' masuk dalam pertimbangan anda.

Salam merdeka!


Djakarta, 17 Agoestoes 2012

Sumber: anonim

-----

 

Jumat, 10 Agustus 2012

Jeritan Zaenuddin


Jeritan Zaenuddin, supir pribadi Dahlan Iskan

 
‎”Saat itu waktu sudah menunjukan lewat jam 12 malam, namun mobil yang saya kendarai masih harus berjuang menembus jalan sempit yang diselimuti kegelapan malam pedalaman Jawa Barat.”
“Sambil mengemudi, saya lihat melalui kaca spion Bapak sedang tertidur di kursi tengah. Sepertinya dingin angin malam yang berhembus melewati celah kecil jendela mobil yang dibuka mampu meninabobokan Bapak.

Memang sebelumnya Bapak meminta agar AC mobil dimatikan saja untuk menghemat pemakaian BBM, toh udara malam pegunungan Jawa Barat yang berhembus ke dalam mobil sudah lebih dari cukup untuk mendinginkan suhu kabin mobil yang kami tumpangi.”
“Bapak memang harus pintar-pintar mencari celah waktu untuk beristirahat. Hari ini saja, sudah enam agenda kerja yang Bapak selesaikan di enam tempat yang berbeda. Perjalanan menuju tempat kegiatan ketujuh ini Bapak gunakan untuk tidur. 

Kalau Bapak memilih tidur beristirahat selama perjalanan, maka biasanya saya memilih beristirahat tidur di mobil sambil menunggu Bapak menyelesaikan kegiatannya.
Berbeda dengan majikan-majikan lain yang segera menelepon sopirnya masing-masing memberi perintah untuk merapat menjemput, maka Bapak lebih sering berkeliling tempat parkir mencari mobilnya. Setelah ketemu, dengan tenang bapak akan membangunkan saya sambil bertanya apakan saya masih mengantuk. Jika saya masih mengantuk, dengan senang hati Bapak akan mengambil alih kemudi mobil. Tidak jarang Bapak malah yang menyupiri saya.” 

“Di kegelapan malam itu mobil terpaksa saya pacu lebih kencang larinya karena harus mendaki sebuah tanjakan yang sangat terjal. Ketika mobil sedang mendaki dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba jalan berbelok tajam ke kiri. Kecepatan mobil terlalu cepat untuk berbelok tajam secara mendadak! Bila dipaksakan juga, bisa-bisa mobil akan terguling!!! Secara reflek segera saya injak pedal rem dalam-dalam!!! Decitan suara ban bergesekan dengan tanah melengking memecah kesunyian malam mengalahkan takbir yang saya teriakan dalam kepanikan saya”. 
“Mobil Alphard yang saya kendarai mengayun keras karena direm secara mendadak, tubuh saya pasti terhempas keras menghantam kemudi bila tidak tertahan sabuk pengaman yang mencengkram erat pinggang dan pundak saya”.
“Jantung berdebar kencang… Segera saya melirik kaca spion melihat keadaan Bapak yang tadi tertidur di kursi penumpang belakang…. Jantung yang tadinya berdebar kencang mendadak sontak terhenti ketika saya lihat semua kursi penumpang dalam keadaan kosong… Di mana Bapak??!!”. 
 
“Abaaaaah!!!
Tidak sadar saya berteriak panik memanggil bos besar saya sambil mencari keberadaannya.”
“Terbayang hukuman keras macam apa yang akan mendera saya apabila sampai ada sesuatu yang menimpa Bapak akibat kesalahan dan keteledoran saya. 

Bapak dikenal luas sebagai pimpinan yang tegas dan keras. Jangankan karyawan kecil seperti saya, direktur petinggi perusahaan yang dulu Bapak pimpin pun tidak luput dari pemecatan sekaligus dilaporkan ke Kepolisian ketika ketahuan menyalah gunakan wewenang. Bahkan adik kandung kesayangannya pun Bapak pecat tanpa pesangon karena tidak bisa memenuhi standar kerja yang Bapak terapkan. 


Namun apapun hukumannya, seberat apa pun itu, tidak akan mampu mengalahkan perasaan bersalah saya sendiri.
Saya tidak akan mungkin mengampuni dan memaafkan diri saya sendiri apabila sampai terjadi sesuatu menimpa Bapak karena kelalaian saya… Apalagi jika Bapak sampai…”
“….ABAAAAAAH !!! Teriakan keras saya seakan menggambarkan kepanikan, ketakutan, sekaligus penyesalan saya”. 
“Tiba-tiba terdengar suara tanpa terlihat dari mana sumbernya… Sudah, sudah, tenang, tenang, anda tenang saja. Saya tidak kenapa-napa kok, ini saya cuma jatuh dari kursi saja. Ga kenapa-napa… Begitu suara yang saya dengar.”
Saya melihat ke bawah, Bapak tampak ngejoprak di lantai mobil tertutup jaket, baju, dan kertas-kertas yang bertebaran”. 
“Bapak berkata lagi… Anda tenang saja, saya tidak apa-apa… Anda tidak salah, saya yang salah… Saya minta maaf karena tadi saya tertidur dan saya tidak pakai seatbelt… Saya yang salah, saya minta maaf… Maaf sudah membuat anda panik…” 
“Ingin rasanya saya menangis… Belum sempat saya meminta maaf, malah Bapak yang duluan minta maaf… Sesak rasanya dada saya dipenuhi rasa kagum dan syukur mengetahui kebesaran jiwa majikan saya yang satu ini. 
  
Tidak heran sampai dini hari ini ada puluhan “bawahannya” yang setia menanti kedatangan Bapak sampai jam 1 pagi hanya untuk memperlihatkan secara langsung hasil kerja mereka kepada Bapak.
Tidak heran jutaan orang mengelu-elukan dan meneriakan dukungan kepada Bapak kemanapun Bapak berkunjung.”
 
(Zaenudin, Supir Pribadi Dahlan Iskan)
   

Jumat, 08 Juni 2012

Pengajaran Confusius

Alkisah :

Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yg suka belajar, sifatnya baik.  Pada
suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang
dikerumuni banyak orang.  Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat

Pembeli berteriak: "3 x 8 = 23, kenapa kamu bilang 24?

Yan Hui mendekat pembeli kain dan berkata:"Sobat, 3 x 8 = 24, tidak usah diperde-
batkan lagi".  Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata:
"Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius.
Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan" 

Yan Hui: "Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?"

Pembeli kain: "Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu.

Kalau kamu yang salah, bagaimana?"  Yan Hui: "Kalau saya yang salah, jabatanku
untukmu". 

Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius.

Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui
sambil tertawa: "3 x 8 = 23.  Yan Hui, kamu kalah.  Kasihkan jabatanmu
kepada dia."  Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya.  Ketika
mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan
kepada pembeli kain. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan
puas. 

Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak
sependapat.  Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau
lagi berlajar darinya.  Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. 
Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya.

Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali
setelah urusannya selesai dan memberi Yan Hui dua nasehat: "Bila hujan lebat,
janganlah berteduh dibawah pohon.  Dan jangan membunuh." 
Yan Hui bilang, baiklah, lalu berangkat pulang. 

Di dalam perjalanan, tiba-tiba angin kencang disertai petir, kelihatannya sudah
mau turun hujan lebat.  Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi tiba2
ingat nasihat Confusiun dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya
sekali lagi.  Dia meninggalkan pohon itu.

Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur.  Yan Hui terkejut
nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti. Apakah saya akan membunuh
orang?

... Apakah saya akan membunuh orang?
Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur
istrinya.  Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. 
Sesampai di depan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seseorang di sisi
kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan.  Dia sangat marah dan mau
menghunus pedangnya.  Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat
lagi nasehat Confusius, Jangan Membunuh.  Dia lalu menyalakan lilin dan
ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya.

Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berltut dan berkata:
"Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?" 

Confusius berkata: "Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun
hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah
pohon.  Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang maka
guru mengingatkanmu agar jangan membunuh".

Yan Hui berkat: "Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum."

Confusius bilang: "Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. 
Kamu tidak ingin belajar lagi dariku.  Cobalah kamu pikir.  Kemarin guru bilang
3 x 8 = 23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. 
Tapi jikalau guru bilang 3 x 8 = 24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah
dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau
kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?"

Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata: "Guru, mementingkan yang lebih
utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun.  Murid benar-benar malu." 
Sejak itu kemanapun Confusius pergi, Yan Hui selalu mengikutinya.


Cerita ini mengingatkan kita:

Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku kehilangan
kamu, apalah artinya.  Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa
yang kamu anggap adalah kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu
yang lebih penting. 

Banyak hal ada kadar kepentingannya. 
Janganlah gara-gara bertaruh mati-matian untuk prinsip kebenaran itu, tapi
akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat. 

Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. 
Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.

Bersikeras melawan pelanggan.  Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Saat kita kasih sample barang lagi, kita akan mengerti)

Bersikeras melawan boss.  Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Saat penilaian bonus akhir tahun, kita akan mengerti)

Bersikeras melawan suami.  Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Suami tidak betah di rumah)

Bersikeras melawan teman.  Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Bisa-bisa kita kehilangan seorang teman)



===== OOOOO =====


Selasa, 20 Maret 2012

Warren Buffet memberi nasehat


"Jauhkan dirimu dari pinjaman bank atau kartu kredit dan berinvestasilah dengan apa yg kau miliki.

Serta ingat . . .


01. Uang TIDAK menciptakan manusia, manusialah yang menciptakan uang.

02. Hiduplah sederhana sebagaimana dirimu sendiri.

03. Jangan melakukan apapun yang dikatakan orang, dengarkan mereka, tapi lakukan apa yang baik saja.

04. Jangan memakai barang-barang bermerk tersohor, pakailah yang benar nyaman untuk dirimu.

05. Jangan habiskan uang untuk hal-hal yang tidak benar-benar penting.

06. With money:

You can buy a house, but not a home.
You can buy a clock, but not time.
You can buy a bed, but not sleep.
You can buy a book, but not knowledge.
You can get a position, but not respect.
You can buy blood, but not life.

So find your happiness inside you.


07. Jika hal-hal tersebut diatas telah berhasil kamu lakukan dalam hidupmu, berbagilah dan ajarkanlah pada orang lain.






"Orang Yang Berbahagia Bukanlah
Orang Yang Hebat Dalam Segala Hal,

Tapi Orang Yang Bisa Menemukan Hal Sederhana
Dalam Hidupnya dan Mengucap Syukur Selalu . . .
"


Rabu, 01 Februari 2012

Think BIG

Ben Carson dikenal sebagai ahli bedah saraf dunia yang hebat. Padahal peraih penghargaan The Presidential Medal of Freedom 2008 dari Presiden AS ini waktu kecil dikenal sebagai anak miskin dan bodoh.

Suatu kali ibunya menyadarkannya bahwa ia sebenarnya bukan anak bodoh hanya kurang belajar. Maka sang ibu menekannya agar ia banyak membaca buku baik buku pelajaran maupun buku lainnya. Meski mereka miskin dan tak mampu beli banyak buku, ibunya meminjam buku-buku dari perpustakaan umum untuk dipelajari Ben. "Dalam kondisi miskin kita tak akan punya kesempatan untuk pergi ke mana-mana. Namun dengan buku kita bisa pergi ke mana pun kita mau, bisa jadi orang seperti apapun, dan bisa melakukan apapun yang kita inginkan," tutur ibunya.

Berkat disiplin yang ditanamkan ibunya itu akhirnya Ben sukses jadi ahli bedah saraf dunia. Ia berbagi kiat suksesnya dalam sejumlah buku, salah satunya Think Big. Selalu berpikir besar (Think Big) inilah yang mendorongnya jadi orang sukses.

Tapi sebenarnya apa Think Big menurut Carson? Ia punya rumusan singkat, bahwa Think Big terdiri dari 8 kunci sukses yang diurai dari delapan huruf (T-H-I-N-K-B-I-G)

T - berati talent (bakat) atau time (waktu). Kenalilah bahwa waktu dan bakat adalah
     hadiah dari Tuhan.

H - adalah "hope", harapan untuk hal-hal yang baik dan jujur (honest).

I - adalan "Insight", wawasan yang diperoleh dari orang atau buku-buku bagus.

N - adalah "to be Nice to all people", berbuat baiklah pada semua orang.

K - adalah "knowledge" (ilmu pengetahuan), kenalilah ilmu pengetahuan sebagai
     kunci kehidupan.

B - adalah "book" (buku), bacalah buku sebanyak-banyaknya.

I - "In-dept", belajar dan perdalamlah keterampilan.

G - adalah "God", Tuhan. Semua orang punya Tuhan. Jangan lupa pada Tuhan.

Ia menyimpulkan semua itu dari pelajaran diberikan ibunya. "Ketika saya sedang belajar ibu saya selalu bilang, ‘Kamu bisa melakukan apa saja yang orang lain lakukan, hanya saja kamu harus melakukannya dengan lebih baik', katanya