Kamis, 31 Januari 2013

2 Batu Bata


Setelah Jemaat kami membeli tanah untuk Gereja kami + pastori (tempat tinggal Pendeta) di tahun 1963, kami kehabisan uang ; belum ada bangunan diatas tanah, gubuk pun tidak.
Pada minggu-minggu pertama, kami (saya sebagai calon Pendeta dan rekan Pendeta) tidur diatas pintu tua yang dibeli dengan harga murah dari tukang loak, kami menumpukkan batu bata disetiap sudutnya untuk meninggikan posisinya dari atas tanah sebagai alas tidur tanpa kasur. 
 
Untuk Pendeta, ia mendapat pintu yang terbaik, yang rata, pintu untuk saya bergelombang dengan lubang ditengahnya tempat pegangan pintu.
Saya senang karena pegangan pintunya sudah dicopot, tapi itu meninggalkan sebuah lubang di tengah-tengah pintu.
Namun sejujurnya, angin dingin masuk melalui lubang tersebut, saya tidak dapat tidur beberapa malam itu.
Gereja kami hanyalah gereja kecil di daerah terpencil, kami tidak bisa membayar tukang , bahan bangunan sudah cukup mahal bagi kami.
Jadi saya belajar untuk bertukang, bagaimana menyiapkan fondasi, membuat tembok dari batu bata dan membangun atap.
Saya dulunya adalah guru SMU sewaktu masih umat awam, tidak terbiasa kerja kasar.
Setelah beberapa tahun, saya sudah cukup mahir untuk bertukang ; tapi saat saya memulainya, pekerjaan itu dirasakan sangat sulit.
Kelihatannya sangat mudah untuk menembok dengan batu bata, seonggok semen dibawah, ketok sini ketok sana.
Sewaktu saya mencoba untuk melakukannya, saya ketok satu sisi untuk meratakannya, sisi yang lainnya jadi menaik, lalu saya ketok sisi tersebut, batu batanya tidak lagi lurus ; setelah saya ratakan kembali, sisi yang pertama kembali menjadi terlalu tinggi, wah…..ternyata tidaklah mudah…….
Walaupun pekerjaan itu sulit bagi saya, namun saya berupaya untuk memastikan bahwa setiap batu bata terpasang dengan sempurna, tidak perduli berapa lamanya saya bekerja.
Akhirnya saya menyelesaikan suatu bagian tembok yang pertama dan saya berdiri didepannya untuk mengaguminya.
Saat itulah saya menyadari, ada dua buah batu bata yang pemasangannya kurang baik.
Semua batu bata terpasang sempurna dengan lurus, tapi yang dua itu terpasang miring, kelihatannya  sangat jelek dan merusak pemandangan keseluruhan tembok.
Namun saat itu, semuanya sudah mengeras, tidak bisa lagi mencabut dua batu bata tersebut ; maka saya bertanya kepada Pendeta Gereja, apakah saya bisa merobohkan saja dinding tersebut dan memulainya dari awal lagi, kalau perlu meledakkannya,  karena saya telah membuat kesalahan dan itu sangat mengecewakan ; namun Pendeta Gereja berkata itu tidak perlu, biarkan saja………

Sewaktu saya mengajak beberapa Jemaat yang pertama-tama untuk melihat-lihat pembangunan gereja, saya selalu berusaha mencoba menghindarkan mereka untuk melihat tembok yang satu itu, karena saya tidak suka orang melihat kejelekannya.
Pada suatu hari, sekitar tiga atau empat bulan setelah saya membuat tembok tersebut, saya mengantarkan seorang pengunjung ; dan katanya, "Tembok yang indah", katanya dengan santai.
"Pak, saya menjawab dengan kaget ;
"Tidakkah anda melihat dua batu bata yang pemasangannya tidak baik dan itu merusak keseluruhan bentuk dari tembok itu ?"
Apa yang dikatakannya kemudian, mengubah sudut pandang saya secara keseluruhan mengenai tembok itu ; mengenai diri saya dan mengenai berbagai aspek lainnya tentang kehidupan.
Dia berkata ;
"Ya, saya bisa melihat dua buah batu bata miring itu ; tapi saya juga melihat 998 batu bata lainnya yang terpasang dengan sempurna disini."
Saya tersadar, untuk pertama kalinya dalam tiga bulan ini, saya bisa melihat batu bata yang lain, selain dua batu bata tersebut ; suatu rangkaian batu bata yang terpasang dengan baik dan sempurna.
Sebelumnya……, mata saya hanya terfokus pada dua kesalahan tadi, saya menjadi buta terhadap hal-hal lainnya, itulah sebabnya mengapa saya tidak tahan melihat tembok itu, itulah sebabnya mengapa saya ingin menghancurkannya.
Sekarang saya dapat melihat bata bata lain yang terpasang dengan sangat baik.
Buktinya, seorang pengunjung mengatakan bahwa tembok itu sangat indah.
Dan tembok itu masih disana sampai sekarang, setelah 20 tahun kemudian………
Tapi saya sudah lupa dimana tepatnya dua buah batu bata yang terpasang miring itu, saya benar-benar tidak dapat melihatnya lagi.

Beberapa orang mengakhiri hubungan kasih mereka atau bahkan bercerai karena apa yang mereka lihat pada pasangannya hanyalah dua buah batu bata yang jelek.

Berapa banyak orang yang menjadi depresi bahkan melakukan bunuh diri, karena apa yang bisa mereka lihat pada dirinya hanyalah dua buah batu bata yang jelek.

Sebenarnya ada banyak, banyak sekali batu bata yang terpasang dengan sempurna, tapi seringkali kita tidak bisa melihatnya.
Setiap kali kita memandang, kita hanya terfokus pada kesalahan, hanya kesalahan yang terlihat dan kita merasa hanya kesalahan yang ada, maka kita ingin untuk merobohkannya bahkan menghancurkannya.

Dan kadang, sangatlah menyedihkan ; kita benar-benar menghancurkan tembok yang indah tersebut.
Kita semua memiliki dua buah batu bata yang jelek, tapi batu bata yang terpasang sempurna di diri kita jauh lebih banyak lagi……..
 
“Mengucap syukurlah dalam segala hal ; karena apa yang Tuhan beri itu semuanya baik“

Good morning ; have a blessed day…… !
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar