Rabu, 11 November 2015

Why Asians Are Less Creative


Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya “Why Asians Are Less
Creative Than Westerners”
(2001) yang dianggap kontroversial tapi ternyata menjadi
“best seller”. ( www.idearesort.com/trainers ) mengemukakan beberapa hal tentang
bangsa2 Asia yg telah membuka mata & pikiran banyak orang:

1. Bagi kebanyakan orang Asia, dlm budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki kekayaan banyak.

2. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai cerita, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yg wajar.

3. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban” bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes masuk PT dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus Imu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan & bagaimana menggunakan rumus-rumus tsb

4. Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit ttg banyak hal tp tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika & Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yg menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yg berbasis inovasi & kreativitas.

6. Orang Asia takut salah (KIASI) & takut kalah (KIASU). Akibatnya sifat eksploratif sebagai upaya memenuhi rasa penasaran & keberanian utk mengambil risiko kurang dihargai.

7. Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.

8. Karena takut salah &  takut dianggap bodoh, di sekolah atau dlm seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk minta penjelasan tambahan.

Dalam bukunya Profesor Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sbk:

1. Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena kekayaannya.

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yg paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihafalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tp benar-benar dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan  passion (rasa cinta)nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yg lebih cepat menghasilkan uang.

5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. AYO BERTANYA!

6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang  tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau KITA TIDAK TAHU!

7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan..sebagai orang tua kita bertanggung-jawab utk mengarahkan anak kita utk menemukan passionnya & mensupportnya.

Mudah2n dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak & cucu serta murid-murid yang kreatif, inovatif tp jg memiliki integritas, bermoral yg baik & memiliki idealisme dan nasionalisme yang tinggi.👌

Tidak ada komentar:

Posting Komentar